Jalan-jalan kali ini bisa
dibilang agak beda, lebih niat dan dipas-pasin. Bukan berarti liburan yang
sudah-sudah nggak niat ya. Buktinya selalu ada aja yang dibeli contohnya baju
(jangan dicontoh ya gengs haha).
Dengan mengambil
cuti 3 hari saja, gue bisa menjelajah Yogya, Borobudur, Malang dan Batu. Wow
banyak yah? Iyah dong, judulnya juga niat haha. Karena kalau ngebahas semua
tempat yang gue kunjungin bakalan panjang banget, kali ini gue mau bahas
tentang serunya ikutan festival lampion. Festival ini diadakan untuk merayakan
hari raya Waisak bagi umat Budha.
Emangnya lo
ngerayain Waisak?
Gue nggak
merayakan Waisak. Sejak gue berencana jalan-jalan ke Yogya, dan memilih tanggal
di bulan mei, ternyata ada 2 tanggal merah. Dimana salah satunya merupakan hari
raya Waisak. Perayaan Waisak di Borobudur dengan puncak pelepasan lampion ini, memang
sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat dalam maupun luar negeri. Singkat
cerita, gue akhirnya memutuskan untuk ikut menyaksikan perayaan tersebut.
Bergabung dengan
tour
Berbekal hanya keinginan dan info terbatas, awalnya gue
mau ngeteng pergi ke Borobudur. Info
yang gue punya adalah jadwal acara tahun 2017 yang kemungkinan nggak akan jauh
beda. Bahkan gue sudah booking hotel
di sekitar Borobudur dengan pemikiran gue tinggal jalan kaki dan nggak perlu
repot dengan sewa kendaraan.
“Malu bertanya
sesat dijalan” Lumrah banget dong dengan istilah
itu? Gue punya teman kantor yang hobinya jalan-jalan juga. Iseng nanya tentang
festival ini, yang kebetulan dia sudah pernah ikut di tahun sebelumnya. Dia
menyarankan untuk mencari tour yang akan membantu mengakomodir segala
sesuatunya. Mulai dari kendaraan, tiket masuk, makan siang dan malam termasuk
akses masuk ke dalam Borobudur. Dari infonya sih, akses ke sana ditutup untuk
umum. Tanpa pikir panjang gue mencari tour dengan ulasan yang cukup baik,
setelah hati sreg kemudian mendaftarkan diri dengan harga 495k/person. Nama
tournya AADC + Borobudur Tour. Sedangkan
hotel yang sudah dipesan sebelumnya, gue batalin. Untung belum bayar haha.
The Celebration
Gue sudah datang ke meeting
point di Parkiran Abu Bakar di sekitar Malioboro pukul 07.45 WIB sesuai
dengan jadwal yang ditentukan. Sistem bertemu di meeting poin baru berlaku tahun ini. Tahun-tahun sebelumnya diberlakukan
jemputan ke penginapan peserta, alhasil terlambat sampai di Candi Mendut (tempat
prosesi perayaan dimulai). Setelah menempuh perjalanan selama +/- 1 jam
akhirnya rombongan gue sampai di kawasan Candi Mendut. Demi alasan keamanan,
bus yang kami naiki harus berhenti di sebuah lapangan, lalu gue harus berjalan
kaki sekitar 500 meter sampai Candi Mendut.
Berjalan menuju Candi Mendut
Candi Mendut
Sesampainya di sana, ribuan orang sudah berkumpul. Ada
yang langsung mengikuti ibadah, ada juga yang berkeliling Candi Mendut sambil
berdoa.
Kalau gue ngapain? gue melihat mereka beribadah, sesekali memotret keindahan Candi mendut, dan menunggu sampai pawai menuju Candi Borobudur dimulai. Sekitar jam 11.00 WIB, prosesi pawai mulai berlangsung. Panitia menyebutkan urutan-urutan lembaga yang boleh berjalan terlebih dahulu. Umat Budha yang ikut beribadah dan juga kami rombongan tour berada pada urutan terakhir.
Para Biksu memimpin ibadah di Candi Mendut
Kalau gue ngapain? gue melihat mereka beribadah, sesekali memotret keindahan Candi mendut, dan menunggu sampai pawai menuju Candi Borobudur dimulai. Sekitar jam 11.00 WIB, prosesi pawai mulai berlangsung. Panitia menyebutkan urutan-urutan lembaga yang boleh berjalan terlebih dahulu. Umat Budha yang ikut beribadah dan juga kami rombongan tour berada pada urutan terakhir.
Jarak antara Candi Mendut – Borobudur adalah 4km yang
ditempuh kurang lebih 1 jam. Tour leader-nya sih bilang kalau nggak kuat bisa
naik ojek seharga 20-30 ribu tinggal jago-jagoan nawar aja. Tadinya gue mau
naik ojek, bukan karena lelah tapi panas matahari siang itu panasnya keterlaluan!
Gue akhirnya menikmati jalan kaki bersama rombongan sambil ngobrol
ngalor-ngidul, dan menikmati permainan marching
band. Sesampainya di pintu gerbang (bukan pintu masuk biasa) gue dibagikan
kartu peserta sebagai akses keluar masuk wilayah Borobudur.
Long march to Borobudur Temple
Nih marching bandnya. Walaupun panas mereka mainnya semangat lho!
Kalau
pengamanannya gimana?
Jangan tanya deh. Kayaknya jumlah petugas polisi dan TNI
hampir sama banyaknya dengan jumlah pengunjung hari itu. Para petugas keamanan
sudah menjalankan tugasnya mulai di Candi Mendut, sepanjang jalan menuju
Bobobudur dan di dalam kawasannya juga. Well,
yang pasti hal tersebut bikin gue merasa aman. Gue rasa yang lain juga demikian,
yakan? Ditambah lagi, ada alat yang mendeteksi jika kita bawa barang aneh-aneh.
Tas dibongkar, kemudian diminta juga mengambil gambar dengan kamera untuk memastikan
tidak ada blitz yang dipakai. Konon katanya, pernah ada kejadian lampu-lampu kamera
mengganggu umat yang sedang melakukan ibadah. Ya kira-kira aja yah gaes, kalau
ada lampu jeprat-jepret pasti ganggu dan silau. Jadi, kalau sekiranya perbuatan
lo bakalan mengganggu kegiatan ibadah ya mending lo diem. Bener?
Ini adalah salah satu pengamanannya
Ibadah kembali dimulai sekitar pukul 3 sore waktu
setempat. Gue memilih berkeliling Candi Borobudur. Lah? Kan ibadahnya di Candi
Borobudur? Tepatnya ibadah dilakukan di pelataran sebelah kiri arah angka 9 pada
jarum jam. Jadi, bagi yang tidak mengikuti ibadah bisa berkeliling Candi.
Gue terakhir ke Borobudur itu sekitar 15 tahunan yang
lalu, kemegahannya sama sekali nggak berubah. Yang berubah hanyalah stamina gue
yang berasa cepat lelah naik sampai ke puncak hahaha. Sekali lagi, gue amaze sama bangunan yang berdiri kokoh
tanpa semen. Zaman sekarang bisakah?
Candi Borobudur tampak samping
Beberapa stupa yang terjepret sama gue
Hasil jepretan setelah berkeliling. Kece nggak?
Indah ya? yadonggg
Acara yang ditunggu-tunggupun akhirnya
segera tiba, umat Budha melaksanakan prosesi pradaksana (mengelilingi Candi
Bobobudur sebanyak 3 putaran), sedangkan bagi yang tidak ikut, dibawa berjalan
menuju lokasi pelepasan lampion. Dengan asumsi ‘penukaran kupon – persiapan
penerbangan’ sudah bisa dimulai.
Sesampainya di sana, gue bingung sekaligus kaget
dalam kegelapan. Ternyata ribuan lampion sudah diterbangkan, ditambah puluhan
orang yang sedang berdebat karena dilarang masuk oleh panitia dengan alasan ‘kami/mereka datang terlambat ke acara
pelepasan lampion’
Yang ini pelepasan lampion kedua. Rombongan gue belum dapet lampionnya
Lah?!?!?!?!
Nggak sedikit diantara rombongan yang
berteriak bahwa mereka baru saja selesai melakukan prosesi ibadah terakhir,
malahan masih ada yang belum selesai beribadah, ada juga yang berteriak kecewa
dengan mengatakan bahwa acara kali ini bener-benar berantakan.
Kalau ditarik garis merahnya sih ‘Miss comunication antara panitia yang bertugas di ibadah dengan panitia pelepasan
lampion’
Memangnya beda ya panitianya? Sama sih.
Mereka sebagian besar dari Walubi (melihat dari kaos yang dipakai ya). Ya
Entahlah. Gue cuma bisa ngeliatin, dan nyari tour leader, dengan harapan bisa dimintai keterangan. Karena si tour leader adalah newbie juga, alhasil dia hanya bisa diam tanpa penjelasan pasti
saat itu. Salah satu anggota rombongan dengan sigap men-take over, menjumpai salah satu panitia sampai akhirnya kami bisa
menerbangkan lampion sebanyak dua buah (walaupun nggak sebanyak yang dijanjikan).
Kecewa pasti ada, tapi yang lebih penting harapan kami yang tertulis pada secarik
kertas kecil bisa terbang juga. We don’t
lose our happiness.
Akhirnya rombongan gue siap-siap nerbangin lampion
Thanks to Inne (yang pake tas selempang merah) udah jadi pejuang kita
Wish our hope will be come true
Jadi Tour-nya rekomen
nggak?
Secara keseluruhan sih nggak masalah, hanya saja kurang
dikomunikasi, briefing kepada peserta
mengenai kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi di acara ini. Terlepas
dari tour ini newbie atau nggak, kami
sebagai customer memang meminta
penjelasan yang paling reasonable dan
kadang menutup mata.
‘Kami kan sudah bayar!’ jangan sampai celotehan ini terucap dan bukannya bahagia malah kesal. Mungkin kedepannya bisa lebih baik ya.
‘Kami kan sudah bayar!’ jangan sampai celotehan ini terucap dan bukannya bahagia malah kesal. Mungkin kedepannya bisa lebih baik ya.
Kenapa Festival lampion
ini berkesan?
Bagi gue pribadi sih
‘Ada harga yang harus
dibayar untuk mencari Tuhan’
‘Dari dalam dan luar negeri
rela datang ke Borobudur demi bisa beribadah bersama’
‘Uang? Yang keluar pasti
banyak. Tapi sukacita yang didapat jauh lebih berharga dari uang yang dikeluarkan’
‘Dan
gue makin cinta sama Indonesia. Yang merayakan Waisak adalah umat Budha. Tapi
gue, sebagai Kristiani bisa ikut menyaksikan mereka merayakannya tanpa harus
mengganggu dan melihat keragaman budaya Indonesia yang wagelaseh kaya!’
So, jalan kaki dari Candi Mendut - naik
turun Candi Borobudur? Nggak masalah! I
bring lots of happiness when i'm back.
Jangan lupa bahagia, kawans!
Cheers