“ ….
Apakah begitu rapuh
Janji yang kamu ucapkan ?
Bukan masalah sejam atau dua jam menunggu
Tetapi lebih dari itu, tersimpan ingkar yang sewaktu-waktu
Bisa memicu ketidakpercayaan “
Penggalan puisi diatas mengisahkan tentang pertemuan calon pasangan kekasih atau sepasang kekasih yang berjanji, namun tidak dengan ketepatan waktu. Hal yang menarik bagi saya adalah dikalimat: “Tetapi lebih dari itu, tersimpan ingkar yang sewaktu-waktu, bisa memicu ketidakpercayaan”. Mengapa menarik ?
Menurut saya ini sangat lumrah terjadi, tidak hanya dalam kisah percintaan tetapi juga dalam kisah hidup sehari-hari soal waktu. Asumsinya, permintaan maaf akan terucap kala hal itu terjadi. Tetapi, seberapa besar pemberian kata maaf itu akan merubah sebuah kebiasaan dari sebuah ‘ketepatan waktu dalam janji’
Hidup di ibu kota, sepertinya membuat beberapa orang memaklumkan kata terlambat ketika mengahadiri sebuah janji dengan seseorang. Macet ya macet menjadi alasan utama yang kita buat ketika datang telat.
‘ Masa sih janjian dengan orang tersayang terlambat ?’
‘Masa sih janjian sama orang penting, tidak lebih awal hadir tetapi malah datang terlambat “’
Awalnya sih maklum, lama-lama jengkel dan jadinya berfikir negatif.
Wajar ? ya menurut saya sih wajar jadi mikirnya macem-macem. Apalagi kejadiannya berulang sengaja ataupun tidak sengaja melakukannya. Kalau mau lebih parah lagi, bisa berasumsi seperti tidak serius membuat janji. Datang tepat pada waktunya bisa bernilai bahwa kita respect terhadap orang lain, memandang bahwa waktu yang dia miliki sama pentinganya dengan waktu yang kita punya juga
Saya hidup +/- 5 tahun dijakarta dengan kehidupan ibu kota yang macet dan unpredictable. Dan keadaan tersebut membuat saya belajar untuk sangat mengatur waktu dalam melakukan segala hal, terutama yang berhubungan dengan orang lain.
Misal saya janjian untuk bertemu dengan orang lain jam 1 siang. Karena janji ini disepakati oleh dua belah pihak, kalau saya sih biasanya membayangkan kapan saya harus mulai persiapan. Mulai dari mandi, dandan, dan berangkat dari rumah termasuk mempertimbangkan kalau macet kira-kira berapa lama.
Hmm, seringnya sih saya yang datang duluan dibanding partner saya. Karena saya berfikir lebih baik saya menunggu daripada telat dan ‘mencuri’ waktu dari rekan saya karena keterlambatan.
Kalau rekan saya yang terlambat, ada toleransi ?
Pasti ada toleransi. Tapi berapa lamanya tergantung dari apa yang akan saya lakukan berikutnya. Jika ada kegiatan lain yang akan dilakukan, mungkin saya akan pergi dari tempat janjian dan beranjak ke tempat berikutnya.
Lebay ?!? Mungkin iya, jika kita ada di posisi yang terlambat, tapi wajar bagi kita yang diposisi menunggu.
Saya selalu ingat kata mama, “ kamu akan mendapat perlakuan yang sama seperti apa yang kamu inginkan, jika kamu melakukannya terlebih dahulu kepada orang lain “. Dan sampai saat ini saya masih belajar selalu melakukannya.
Because you are what you say and do.